Dikala
mendengar kata “Pemuda” pasti yang akan terpikir oleh kita adalah tentang jiwa
yang kuat, semangat yang tak pernah habis dan kreasi yang tidak ada batasnya.
Pemuda juga sering disebut sebagai tulang punggung negara. Hal tersebut memang
bisa dibenarkan dan ditegaskan kembali layaknya sebuah nama band yang bernama “Pemuda Harapan Bangsa”. Begitu besar
harapan suatu bangsa pada pemuda-pemudanya, Bagaimana tidak? karena pemuda lah
yang menggagas perubahan, mendorong kebuntuan, dan menemukan sebuah solusi atas
tantangan dunia. Bahkan seorang Soekarno pun sangat berharap kepada para
pemudanya dan pernah berkata “Beri Aku 10
Pemuda, Akan Kuguncang Dunia” Beliau berkata seperti itu sangat menegaskan
bahwa kaum muda bisa membawa Indonesia menjadi negara maju.
Jika
kita membicarakan tentang pemuda Indonesia tentu kita ingat dengan adanya
peristiwa “Soempah Pemoeda” yang 85
tahun lalu diikrarkan oleh seluruh pemuda-pemudi Indonesia yang menginginkan
kemerdekaan. Kesucian sumpah pemuda disini terjaga dengan adanya persatuan
antar golongan yang ada di negeri ini dan tentu pengabdian yang diberikan oleh
para pemuda untuk negeri ini. 85 tahun sumpah pemuda bisa menjadi cerminan
apakah makna yang terkandung dalam sumpah pemuda itu sendiri bisa terpatri
dalam diri pemudanya?. Di usianya yang semakin tua ini seakan-akan banyak para
pemuda yang cuek dan tidak peduli terhadap sumpah pemuda. Masih ada memang
sebagian pemuda yang ikut memperingati sumpah pemuda dan hal tersebut perlu
diberikan apresiasi, namun kebanyakan pemuda-pemudi tak mengetahui apa esensi dari perayaan acara
sumpah pemuda tersebut. Banyak yang hanya ikut-kutan merayakan namun di balik
layar jika melihat kelakuannya sendiri sangat jauh dari apa yang menjadi
semangat dalam sumpah pemuda tersebut. Sama halnya dengan pendapat para
penganut eksistensialisme yang menyatakan eksistensi lah yang harus ada
terlebih dahulu daripada sebuah esensi, namun sebenarnya apalah arti eksistensi
tanpa esensi? Lebih tepatnya ibarat sayur tanpa garam yang terasa hambar
ataupun cinta tanpa kasih sayang, yang begitu menyedihkan dan dapat dikatakan
memilukan.
Tak sebatas dipermasalahan seremonial saja, dewasa
ini kita lihat banyak sekali fenomena konflik antar golongan seperti tawuran
antar pelajar, tawuran supporter sepakbola hingga perang suku yang dimana
kejadian tersebut sangat menodai kesucian sumpah pemuda. Mari kita sejenak
kembali ke masa lalu, jika membaca sejarah-sejarah yang ada maka kita dapat
tergugah dan bahkan dapat membayangkan bagaimana keadaan pemuda sekarang dan
pemuda pada zaman dulu. Itulah masa lalu, sebuah sejarah yang tidak bisa dibeli
dan mungkin hanya mimpi yang dapat membuatnya terulang kembali seperti sama
percis. Berbeda memang tantangan yang harus dihadapi oleh pemuda saat ini
dimana tekhnologi yang sangat canggih dan arus informasi yang sangat deras
seakan segala sesuatu hal buruk bisa dengan mudahnya merasuk kedalam diri para
pemuda. Layaknya sebuah sampah, para
pemuda sekarang ini dengan berbagai macam permasalahannya seakan-akan terus
menggunungkan sampah hingga menumpuk di negeri ini. Bertepuk sebelah tanganlah bangsa ini jika melihat fenomena yang ada, karena para pemuda yang menjadi
harapan bagi suatu bangsa malah menimbulakn permasalahan.
Sebagai pemuda sudah saatnya kita menyadari tugas kita sebagai arsitek
bangsa yang dapat membangun negeri ini. Namun perlu diingat semuanya itu
janganlah hanya sebatas wacana saja, jangan hanya mimpi saja tetapi mulailah
dari sekarang untuk merealisasikan apa yang menjadi mimpi dan cita-cita kita
dengan usaha nyata. Mulai dari saat ini mari kita cari solusi bagaimana
menyelesaikan permasalahan “Sampah
Pemuda” yang tentu dapat memberikan pengaruh besar pada keindahan, kebersihan, dan kesehatan
negara ini.




0 komentar:
Posting Komentar